Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada
dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak
cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan
tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa
berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual,
namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten,
yang memberikan hak monopoli atas
penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk
melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Contoh Kasus Hak Cipta:
Perkara gugatan pelanggaran hak cipta logo cap jempol
pada kemasan produk mesin cuci merek TCL bakal berlanjut ke Mahkamah Agung
setelah pengusaha Junaide Sasongko melalui kuasa hukumnya mengajukan kasasi.
“Kita akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), rencana besok (hari ini)
akan kami daftarkan,” kata Angga Brata Rosihan, kuasa hukum Junaide. Meskipun
kasasi ke MA, Angga enggan berkomentar lebih lanjut terkait pertimbangan
majelis hakim yang tidak menerima gugatan kliennya itu. “Kami akan menyiapkan
bukti-bukti yang nanti akan kami tunjukan dalam kasasi,” ujarnya. Sebelumnya,
majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengatakan tidak dapat menerima
gugatan Junaide terhadap Nurtjahja Tanudi-sastro, pemilik PT Ansa Mandiri
Pratama, distributor dan perakit produk mesin cuci merek TCL di Indonesia.
Pertimbangan majelis hakim menolak gugatan tersebut
antara lain gugatan itu salah pihak (error in persona). Kuasa hukum tergugat,
Andi Simangunsong, menyambut gembira putusan Pengadilan Niaga tersebut. Menurut
dia, adanya putusan itu membuktikan tidak terdapat pelanggaran hak cipta atas
peng-gunaan logo cap jempol pada produk TCL di Indonesia. Sebelumnya, Junaide
menggugat Nurtjahja karena menilai pemilik dari perusahaan distributor dan
perakit produk TCL di Indonesia itu telah menggunakan logo cap jempol pada
kemasan mesin cuci merek TCL tanpa izin. Dalam gugatanya itu. penggugat menuntut
ganti rugi sebesar Rp 144 miliar.
Penggugat mengklaim pihaknya sebagai pemilik hak
eksklusif atas logo cap jempol. Pasalnya dia mengklaim pemegang sertifikat hak
cipta atas gambar jempol dengan judul garansi di bawah No.-C00200708581 yang
dicatat dan diumumkan untuk pertama kalinya pada 18 Juni 2007. Junaide
diketahui pernah bekerja di TCL China yang memproduksi AC merek TCL sekitar
pada 2000-2007. Pada 2005. Junaide mempunya ide untuk menaikkan kepercayaan
masyarakat terhadap produk TCL dengan membuat gambar jempol yang di bawahnya
ditulis garansi. Menurut dia, Nurtjahja telah melanggar Pasal 56 dan Pasal 57
UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Untuk itu Junaide menuntut ganti rugi
materiel sebesar Rpl2 miliar dan imateriel sebesar Rp 120 miliar.
Hak Paten
Paten adalah hak eksklusif yang
diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi,
yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun
2001, ps. 1, ay. 1)
Contoh
Kasus Hak Paten:
Hak Paten Perusahaan Mobil KIA dan Hyundai
Produsen raksasa
mobil Korea Selatan itu melalui produknya Hyundai Sonata dan Kia Optima
dituding telah menggunakan teknologi hibrida serupa dan gugutan sudah diajukan
Kamis (16/2/2012) di pengadilan federal Baltimore. Paice terus berusaha
menjegal Hyundai dan KIA untuk tidak memproduksi hibrida kecuali mau
diselesaikan dengan jalan membayar lisensi tersebut. Dalam keterangan yang
dikutip caradvice hari ini (20/2/2012) menyebutkan, "Di awal 2004 kami
telah menghubungi Hyundai untuk mendiskusikan dan menawarkan teknologi hybrid
ini." Karena tidak ada kelanjutan kerjasama namun secara tiba - tiba
teknologi tersebut muncul di salah satu produknya, Paice menganggap pengadilan
adalah solusinya. Sebelumnya, Paice pernah
menuntut Toyota pada 2010 karena juga memakai sistem hibrida yang sudah
dipatenkan sejak 1994. Setelah berjibaku selama setahun, akhirnya kedua
perusahaan menyelesaikan kemelut tersebut di luar pengadilan, dan Toyota pun
terus memproduksi kendaraan hybrid. Ford
pun sempat bersitegang, namun tidak sampai ke meja hijau karena menyetujui
penggunaan lisensi teknologi Paice.
Seharusnya sengketa
pelanggaran teknologi hybrid yang di langgaar oleh perusahaan mobil KIA dan
HYUNDAI ini ditangani oleh pengadilan kemudian pengadilan memutuskan hukumannya
sesuai dengan UU nomor 14 tahun 2001 pasal 131-135 yang berupa hukuman penjara
selama 4 tahun dan denda maksimal 500 juta atau produksi mobil dihentikan.
Studi kasus yang diambil kelompok 3 sangatlah menarik karena pada jaman ini
teknologi berkembang sangat pesat dan ada juga pelanggaran-pelanggaran yang
dibuat. Semoga kedepannya tidak terjadi pelanggaran hak paten khususnya bidang
industri, dan sebaiknya pencipta suatu teknologi wajib mematenkan hasil
karyanya agar tidak terjadi permasalahan yang menyebabkan merugi dan menurunkan
image dari perusahaan yang bersangkutan.
Hak Merek
Merek atau merek dagang adalah nama atau simbol yang
diasosiasikan dengan produk/jasa dan menimbulkan arti psikologis/asosiasi.
Contoh Kasus Hak Merek:
Kasus sengketa sepeda motor Tossa Krisma dengan Honda Karisma
Kasus ini berawal dari kesalahan penemu merek.
Dilihat dengan seksama antara Krisma dan Karisma memiliki penyebutan kata yang
sama. Tossa Krisma diproduksi oleh PT.Tossa Sakti, sedangkan Honda
Karisma diproduksi oleh PT.Astra Honda Motor. PT.Tossa Sakti
tidak dapat dibandingkan dengan PT.Astra Honda Motor (AHM), karenaPT.AHM perusahaan
yang mampu memproduksi 1.000.000 unit sepeda motor per tahun. Sedangkan PT.Tossa Sakti
pada motor Tossa Krisma tidak banyak konsumen yang mengetahuinya, tetapi
perusahaan tersebut berproduksi di kota-kota Jawa Tengah, dan hanya beberapa
unit di Jakarta.
Permasalahan kasus ini tidak ada hubungan dengan
pemroduksian, tetapi masalah penggunaan nama Karisma olehPT.AHM. Sang pemilik
merek dagang Krisma (Gunawan Chandra), mengajukan gugatan kepada PT.AHM atas
merek tersebut ke jalur hukum. Menurut beliau, PT.AHM telah
menggunakan merek tersebut dan tidak sesuai dengan yang terdaftar di Direktorat
Merek Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM. Bahkan PT.AHM diduga
telah menggunakan merek tidak sesuai prosedur, karena aslinya huru Karisma di
desain dengan huruf balok dan berwarna hitam putih, sedangkan PT.AHM memproduksi
motor tersebut dengan tulisan huruf sambung dengan desain huruf berwana. Akhirnya permohonan Gunawan Chandra dikabulkan oleh hakim Pengadilan Niaga
Negeri.
Namun, PT.AHM tidak menerima keputusan
dari hakim pengadilan, bahkan mengajukan keberatan melalui kasasi ke Mahkamah
Agung. PT.AHM menuturkan bahwa sebelumnya Gunawan Chandra merupakan
pihak ketiga atas merek tersebut. Bahkan, beliau menjiplak nama Krisma dari PT.AHM (Karisma)
untuk sepeda motornya. Setelah mendapat teguran, beliau membuat surat
pernyataan yang berisikan permintaan maaf dan pencabutan merek Krisma untuk
tidak digunakan kembali, namun kenyataannya sampai saat ini beliau menggunakan
merek tersebut.
Hasil dari persidangan tersebut, pihak PT.Tossa Sakti
(Gunawan Chandra) memenangkan kasus ini, sedangkan pihakPT.AHM merasa
kecewa karena pihak pengadilan tidak mempertimbangkan atas tuturan yang
disampaikan. Ternyata dibalik kasus ini terdapat ketidakadilan bagi PT.AHM,
yaitu masalah desain huruf pada Honda Karisma bahwa pencipta dari desain dan
seni lukis huruf tersebut tidak dilindungi hukum.
Dari kasus tersebut, PT.AHM dikenakan
pasal 61 dan 63 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang merek sebagai
sarana penyelundupan hukum. Sengketa terhadap merek ini terjadi dari tahun 2005
dan berakhir pada tahun 2011, hal ini menyebabkan penurunan penjualan Honda
Karisma dan pengaruh psikologis terhadap konsumen. Kini, PT.AHMtelah
mencabut merek Karisma tersebut dan menggantikan dengan desain baru yaitu Honda
Supra X dengan bentuk hampir serupa dengan Honda Karisma.
Hak Desain Industri
Hak Desain Industri
merupakan hak eksklusif yang diberikan
kepada pemegang hak desain industri untuk dalam jangka waktu tertentu
melaksanakan sendiri atau memberi izin kepada orang lain untuk melaksanakannya.
Contoh Kasus Hak Desain
Industri:
Alpenliebe adalah
salah satu merek permen yang banyak digemari masyarakat Indonesia di masa kini.
Permen Alpenliebe pada awalnya dikenal masyarakat Indonesia sebagai permen
dengan rasa karamel. Seiring dengan perkembangan waktu, Perfetti Van Melle
S.P.A sebagai produsen permen Alpenliebe tersebut juga melakukan inovasi
terhadap produknya dengan meluncurkan produk baru yaitu Alpenliebe Lollipop.
Permen Alpenliebe
Lollipop yang beredar di pasaran Indonesia ternyata sempat menimbulkan sengketa
desain industri dengan salah satu produk permen dalam negeri milik pengusaha
Indonesia. Agus Susanto adalah salah satu pengusaha permen asal Indonesia yang
memproduksi permen Lollyball bermerek Yoko. Agus mengajukan gugatan pembatalan
desain industri Perfetti Van Melle S.P.A untuk jenis produk permen Alpenliebe
Lollipop. Gugatan Agus dilayangkan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada bulan
Juli 2009. Persidangan perkara No. 42/Desain Industri/2009/PN.NIAGA.JKT.PST
sudah memasuki babak akhir. Masalahnya bersumber dari kesamaan desain permen
Lollyball dengan desain permen Lollipop. Desain industri milik Perfetti Van
Melle terdaftar dalam sertifikat No. ID 004058 tanggal 8 Januari 2003
dengan judul Lollipops.
Menurut kuasa hukum
Agus dari Pieter Talaway & Associates, kesamaan itu terletak pada bentuk
dan konfigurasi. Namun dalam gugatan tidak dijelaskan secara rinci dimana letak
kesamaannya. Kesamaan itu dapat mengecoh masyarakat tentang asal usul atau
sumber produk Agus dan Perfetti Van Melle sehingga bertentangan dengan Pasal 4
UU No. 31 Tahun 2001 tentang Desain Industri. Desain industri permen Alpenliebe
dinilai tidak memiliki kebaruan. Karena itu, dalam petitum gugatan, Agus
meminta majelis hakim agar membatalkan desain industri milik Perfetti Van
Melle. Sebab sebelum Perfetti Van Melle mendaftarkan desain industri permen
Alpenliebe, konfigurasi desain sudah beredar luas (public domain).
Perfetti Van Melle dinilai tidak beritikad baik dalam mendaftarkan desain
industri. Agus sendiri telah memproduksi permen Yoko sejak tahun 1999. Ia juga
telah mengantongi sertifikat merek No. 460924 pada 5 Januari 2001. Kemudian
diperpanjang dengan sertifikat No. IDM 000194839.
Kuasa hukum
Perfetti Van Melle dari Soemadipraja & Taher, menyatakan gugatan Agus tidak
berdasar. Karena Agus sendiri tidak pernah mendaftarkan desain industri
Lollyball sehingga tidak memiliki hak eksklusif atas desain permen Lollyball.
Apalagi, melarang pihak lain untuk mengunakan desain yang menyerupai desain
permen Lollyball. Faktanya, etiket desain industri permen Lollipops dan Lollyball
pun berbeda. Etiket merek permen Lollyball memiliki berbagai macam unsur
gambar. Selain itu, pada desain produk permennya terdapat garis di permukaan.
Sementara, pada permukaan permen Lollipops bergaris dengan alternatif warna
yang berbeda. Garis itupun bervariasi, ada yang horisontal, diagonal kiri ke
kanan atau sebaliknya dan atau tidak beraturan/bervariasi.
Dalam rezim hukum
desain industri tidak dikenal konsep kemiripan atau persamaan pada pokoknya
dalam konsep perlindungan desain industri di Indonesia. Ditjen Hak Kekayaan
Intelektual Departemen Hukum dan HAM mengeluarkan sertifikat desain industri
untuk produk Perfetti Van Melle menunjukan pendaftaran desain industri tidak
bermasalah. Tidak melanggar peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, agama
dan kesusilaan. Pendaftaran sertifikat desain industri Perfetti Van Melle telah
melalui tahap pemeriksaan baik administratif, substantif dan telah diumumkan.
Ketika, masa pengumuman tidak ada pengajuan keberatan terhadap pemohon
pendaftaran desain industri yang diumumkan. Kuasa hukum Perfetti Van Melle
menilai tidak mungkin perusahaan asal Italia itu membahayakan reputasinya
dengan meniru desain permen dari produsen lain.
ANALISIS KASUS
Kasus sengketa
desain industri antara permen Alpenliebe Lollipop dengan permen Yoko Lollyball
pada dasarnya diawali karena adanya kemiripan di antara kedua produk tersebut
dalam hal bentuk dan konfigurasi. Gugatan yang diajukan oleh Agus Susanto
kurang memiliki dasar pertimbangan yang kuat karena Agus sendiri tidak pernah
mendaftarkan desain industri Lollyball sehingga tidak memiliki hak eksklusif
atas desain permen Lollyball. Selain itu dari pihak kuasa hukum Agus juga tidak
dapat menjelaskan secara rinci di mana letak kesamaannya.
Gugatan Agus
semakin diperlemah dengan adanya fakta yang dapat ditunjukkan pihak Perfetti
Van Melle bahwa etiket desain industri permen Lollipops dan Lollyball berbeda.
Bukan hanya itu, Perfetti Van Melle juga dapat membuktikan bahwa produk
Alpenliebe Lollipop telah mendapatkan sertifikat desain industri. Pendaftaran
sertifikat desain industri Perfetti Van Melle telah melalui tahap pemeriksaan
baik administratif, substantif dan telah diumumkan. Ketika, masa pengumuman
tidak ada pengajuan keberatan terhadap pemohon pendaftaran desain industri yang
diumumkan. Berdasarkan kondisi tersebut, gugatan yang diajukan oleh Agus
Susanto memang tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya pelanggaran desain
industri yang dilakukan oleh pihak Perfetti Van Melle.
Desain industri
permen Lollyball seharusnya segera didaftarkan ketika baru tercipta. Gugatan
Agus Susanto menjadi gugatan yang lemah karena Agus sendiri tidak memiliki
serifikat desain industri atas permen Lollyball. Meskipun telah memiliki
sertifikat merek No. 460924 pada tahun 2001, namun hal ini belum lengkap tanpa
adanya sertifikat atas desain industri. Jika kondisinya seperti ini, permen
Lollyball hanya mendapat perlindungan atas merek dagangnya, namun tidak
mendapat perlindungan dan pengakuan atas desain industrinya. Oleh sebab itu,
pendaftaran legalitas atas suatu produk haruslah lengkap dan dilakukan sesegera
mungkin. Hal ini diperlukan agar produsen memperoleh jaminan perlindungan hukum
yang sah atas hak milik perindustrian untuk produk yang dimilikinya.
KESIMPULAN
Kasus sengketa
desain industri antara Perfetti Van Melle dan Agus Susanto memberi
pelajaran kepada seluruh pelaku industri di Indonesia bahwa pendaftaran hak
milik perindustrian -salah satunya desain industri- harus dilakukan secepatnya
dan selengkap-lengkapnya agar memperoleh jaminan perlindungan hukum terhadap
produk secara menyeluruh. Jika ingin mengajukan gugatan, maka gugatan tersebut
haruslah memiliki dasar fakta yang kuat dan dapat dibuktikan kebenarannya,
serta dilakukan di saat yang tepat. Desain industri yang kreatif dan inovatif
diperlukan dalam mendesain suatu produk agar menjadi produk yang unik, diterima
oleh konsumen, dan terhindar dari dugaan plagiarisme oleh pihak lain.
Rahasia Dagang
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak
diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/ atau
bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan
dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Lingkup
perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode
penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang
memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Contoh Kasus
Rahasia Dagang:
Hitachi Digugat Soal Rahasia Dagang
JAKARTA: PT Basuki
Pratama Engineering mengajukan gugatan ganti rugi melalui Pengadilan Negeri
Bekasi terhadap PT Hitachi Constructuin Machinery Indonesia sekitar Rp127
miliar, karena diduga melanggar rahasia dagang.
Selain PT Hitachi
Construction Machinery Indonesia HCMI, pihak lain yang dijadikan sebagai
tergugat dalam kasus itu adalah Shuji Sohma, dalam kapasitas sebagai mantan
Dirut PT HCMI. Tergugat lainnya adalah Gunawan Setiadi Martono tergugat III,
Calvin Jonathan Barus tergugat IV, Faozan tergugat V,Yoshapat Widiastanto
tergugat VI, Agus Riyanto tergugat VII, Aries Sasangka Adi tergugat VIII,
Muhammad Syukri tergugat IX, dan Roland Pakpahan tergugat X.
Insan Budi Maulana,
kuasa hukum PT Basuki Pratama Engineering BPE, mengatakan sidang lanjutan dijadwalkan
pada 28 November dengan agenda penetapan hakim mediasi. Menurut Insan, gugatan
itu dilakukan sehubungan dengan pelanggaran rahasia dagang penggunaan
metode produksi dan atau metode penjualan mesin boiler secara tanpa hak.
PT BPE bergerak
dalam bidang produksi mesin-mesin industri, dengan produksi awal mesin
pengering kayu. Penggugat, katanya, adalah pemilik dan pemegang hak atas
rahasia dagang metode produksi dan metode penjualan mesin boiler di
Indonesia "Metode proses produksi itu sifatnya rahasia perusahaan,"
katanya.
Dia menjelaskan
bahwa tergugat IV sampai dengan tergugat X adalah bekas karyawan PT BPE, tetapi
ternyata sejak para tergugat tidak bekerja lagi di perusahaan, mereka telah
bekerja di perusahaan tergugat PT HCMI.
Tergugat, katanya,
sekitar tiga sampai dengan lima tahun lalu mulai memproduksi mesin boiler dan
menggunakan metode produksi dan metode penjualan milik penggugat yang selama
ini menjadi rahasia dagang PT BPE.
PT BPE, menurutnya,
sangat keberatan dengan tindakan tergugat I baik secara sendiri-sendiri maupun
secara bersama-sama memproduksi mesin boiler dengan menggunakan metode produksi
dan metode penjualan mesin boiler penggugat secara tanpa izin dan tanpa hak
"Para tergugat wajib membayar ganti rugi immateriil dan materiil sekitar
Rp127 miliar atas pelanggaran rahasia dagang mesin boiler".
Sebelumnya, PT BPE
juga menggugat PT HCMI melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam kasus
pelanggaran desain industri mesin boiler. Gugatan PT BPE itu dikabulkan oleh majelis
hakim Namun, PT HCMI diketahui mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Sementara itu,
kuasa hukum PT HCMI, Otto Hasibuan, mengatakan pengajuan gugatan pelanggaran
rahasia dagang oleh PT BPE terhadap mantan-mantan karyawannya dan PT HCMI pada
prinsipnya sama dengan pengaduan ataupun gugatan BPE sebelumnya.
Gugatan itu,
menurut Otto Hasibuan, dalam pernyataannya yang diterima Bisnis, dilandasi oleh
tuduhan BPE terhadap mantan karyawannya bahwa mereka telah mencuri rahasia
dagang berupa metode produksi dan metode penjualan mesin boiler.
Padahal, ujarnya,
mantan karyawan BPE yang memilih untuk pindah kerja hanya bermaksud untuk
mencari dan mendapatkan penghidupan yang layak dan ketenteraman dalam bekerja,
dan sama sekali tidak melakukan pelanggaran rahasia dagang ataupun
peraturan perusahaan BPE. Bahkan, menurutnya, karyawan itu telah banyak
memberikan kontribusi terhadap BPE dalam mendesain mesin boiler. Dia
menjelaskan konstitusi dan hukum Indonesia, khususnya UU No 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, telah memberikan jaminan dan perlindungan terhadap
hak-hak asasi pekerja, termasuk hak untuk pindah kerja. HCMI optimistis gugatan
BPE tersebut tidak berdasar "HCMI percaya majelis hakim akan bersikap
objektif, sehingga gugatan BPE tersebut akan ditolak," ujarnya.
Analisa Kasus :
Dalam kasus
tersebut PT BPE secara jelas menyatakan hal apa sajakah yang menjadi rahasia
dalam perusahaan yang dianggap telah dilanggar oleh HCMI. PT BPE berasumsi
bahwa mantan karyawannya yang sekarang bekerja pada HCMI lah yang telah mencuri
metode produksi dan metode penjualan mesin boiler. Adanya fakta tersebut,
semakin memperkuat gugatan yang dikeluarkan oleh PT BPE. Apabila HCMI terbukti
melanggar rahasia dagang PT BPE, maka konsekuensi hukuman harus diterima HCMI,
baik berupa denda materiil dan immateriil.
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar