Kamis, 07 Mei 2015

HUKUM PERJANJIAN

Pengertian Perjanjian
Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Ketentua pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan, karena ada beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan itu adalah seperti diuraikan di bawah ini:
a.       Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
b.      Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus
c.       Pengertian perjanjian terlalu luas
d.      Tanpa menyebut tujuan
e.       Ada bentuk tertentu, lisan dan tulisan
Ada syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
1.    syarat ada persetuuan kehendak
2.    syarat kecakapan pihak- pihak
3.    ada hal tertentu
4.    ada kausa yang halal

Menurut Rutten
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.

Menurut adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).

Standar Kontrak

Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
a.       Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
b.      Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.

Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu kontrak harus berisi:
1.    Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
2.    Subjek dan jangka waktu kontrak
3.    Lingkup kontrak
4.    Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
5.    Kewajiban dan tanggung jawab
6.    Pembatalan kontrak

Macam – macam Perjanjian
Di dalam Pasal 1319 KUHPdt, perjanjian dibedakan menjadi dua macam yaitu :

Perjanjian Bernama (Nominaat) adalah suatu perjanjian atau kontrak yang sudah dikenal di dalam KUHPdt. Didalam KUHPdt terdapat lima belas kontrak antara lain : jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, badan hukum, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, perjanjian melakukan pekerjaan, persekutuan perdata, pemberian kuasa, bunga tetap atau abadi, perjanjian untung-untungan, penanggungan hutang, dan perjanjian perdamaian.

Perjanjian Tidak Bernama (Innominaat) adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan hidup di tengah.

Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1.    Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2.    Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum.Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.

3.    Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.

4.    Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.

Syarat Lahirnya Perjanjian
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a.       Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya



b.      Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.

c.       Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
                                                               
d.      Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.

Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1.    Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2.    Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3.    Terkait resolusi atau perintah pengadilan.
4.    Terlibat hukum.
5.    Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian.

Sumber: